MODUL BANYAK KENCING
KASUS:
Seorang
pria umur 50 tahun, datang ke dokter dengan keluhan sering kencing yang dialami
sejak 2 bulan terakhir. Penderita sering terbangun 4-5 kali semalam untuk buang
air kecil. Penderita juga mengeluh selalu haus dan tenggorokan terasa kering.
Sekitar 3 bulan yang lalu penderita mengalami kecelakaan lalu lintas dan sempat
tidak sadar selalm 5 hari.
KATA KUNCI
1.
Pria 50 tahun
2.
Poliuria sejak 2 bulan terakhir
3.
Nokturia
4.
Polidipsi
5.
Tenggorokan kering
6.
Mengalami kecelakaan lalu lintas 3 bulan yang
lalu
7.
Tidak sadar selama 5 hari
PERTANYAAN
1. Apa definisi dari poliuria dan polidipsi ?
2. Apa yang menyebabkan poliuria dan polidipsi
pada kasus ?
3. Apa saja organ yang terkait dalam sistem
urinarius ?
4. Bagaimana mekanisme dari buang air kecil ?
5. Apa diferential diagnosis dari poliuria ?
6. Bagaimana patomekanisme dari diferential
diagnosis ?
7. Bagaimana hubungan riwayat kecelakaan dan
tidak sadar selama 5 hari dengan penyakit sekarang ?
8. Apa saja langkah-langkah diagnostiknya ?
9. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari skenario ?
11. Apa saja komplikasi dari poliuria ?
12. Bagaimana prognosis terhadap pasien tersebut ?
13. Bagaimana pencegahan penyakit ?
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN POLIURIA
Poliuria
adalah keadaan di mana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas
normal, disebabkan gangguan fungsi ginjal dal mengkonsentrasi air kemih.
Defenisi lain poliuria adalah volume air kemih lebih dari 3 liter per hari,
biasanyamenunjukan gejala klinik bila jumlah air kemih antara 4-6 liter per
detik. Poliuria biasanya disertai dengan gejala lain akibat kegagalan ginjal
dalam memekatkat air kemih antara lain rasa haus, dehidrasi dan lain-lain.
Menurut
Branner, poliuria dibagi 2 macam:
a.
Poliuria non fisiologis
Pada orang dewasa dengan komsumsi diet
Eropa, poliuria didapatkan bila air kemih lebih dari 3 liter per hari.
b.
Poliuria berbasis fisiologis
Volume air kemih lebih besar
dibandingkan dengan volume air kemih yang diharapkan karena rangsangan yang
sama. Dikatakan poliuri bila volume air kemih lebih besar dari volume yang
diharapkan.
Poliuria merupakan hasil dari 4 mekanisme ini:
a.
Peningkatan
cairan yang masuk
b.
Peningkatan GFR (
Glomerular Filtration Rate)
c.
Peningkatan baha seperti sodium kloridan dan
glukosa yang keluar
d.
Ketidakmampuan
ginjal untuk mereabsorbsi air di tubulus distal
B. ETIOLOGI POLYURIA
DAN POLYDIPSI
1.
POLYURIA
a.
Cuaca dingin
b.
Intake cairan
yang berlebih
c.
Gangguan sekresi
ADH oleh berbagai sebab (Trauma kepala, tumor hipofisis)
d.
Psikogenik
e.
Gangguan sistem
urinarius
Penyebab
poliuria yang sering adalah diabetes melitus, diabetes insipidus sentral (diabetes
insipidus neurogenik, diabetes insipidus cranial, atau hipotalamik), diabetes
insipidus nefrogenik (diabetes insipidus renal, diabetes insipidus resistensi
ADH), polidipsi primer atau diabetes insipidus dipsogenik. Diantara berbagai
penyebab di atas yang paling utama adalahh diabetes melitus dan diabetes
insipidus.
Selain
itu dalam beberapa keadaan fisiologik dapat meningkatkan pengeluaran urin
misalnya: stres, latihan, dan cuaca panas dengan minum yang berlebihan.
2.
POLYDIPSI
Etiologi umum :
kekurangan cairan tubuh secara bermakna.
Terjadinya
polidipsi berhubungan dengan adanya poliuri yang ditemukan pada pasien. poliuri
(pengeluarancairan tubuh secara berlebih) mengakibatkan terjadinya pengosongan
pusat haus di hipotalamus yang kemudian menuntun kita mengkonsumsi air
sebanyak-banyaknya untuk menghindari deplesi air yang berlebih dan membahayakan
hidup seseorang.
Haus dan Mekanismenya
Jika peningkatan
osmolalitas plasma maka terjadi perangsangan pusat haus. karena ambang
rangsangan harus lebih tinggi dari ambang rangsang AVP, kondisi ini disebut
mekanisme perlindungan dari deplesi yang berlebihan.
Haus sebagai reaksi fisiologis
Bila osmolaritas
(konsentari natrium plasma) meningkat diatas normal akibat kekurangan air ,
maka sistem umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut :
1.
Peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel (yang secara praktis berarti peningkatan
konsentrasi natrium plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel
osmoreseptor, yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik,
mengkerut.
2.
Pengerutan sel
osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang, yang akan mengirimkan sinyal
saraf ke sel saraf tambahan di nukleus supraoptik, yang kemudian meneruskan
sinyal ini menelusuri infundibulum hipofisis ke hipofisis posterior.
3.
Potensial aksi
yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH, yang
disimpan dalam granula sekretorik (atau vesikel) di ujung saraf.
4.
ADH memasuki
aliran darah dan ditranspor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan permeabilitas
air di bagian akhir tubulus distal dan tubulus koligentes.
5.
Peningkatan
permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan reabsorsi air
dan ekskresi sejumlah urin yang pekat.
Peranan Rasa Haus Dalam Mengatur Osmolaritas Cairan Ekstrasel
Dan Konsentrasi Natrium
Ginjal meminimalkan kehilangan cairan selama
terjadi kekurangan air, melalui sistem umpan balik osmoreseptor ADH. Akan
tetapi, asupan cairan yang adekuat diperlukan untuk mengimbangi kehilangan
cairan yang terjadi melalui keringat dan nafas serta melalui pencernaan. Asupan
cairan diatur oleh mekanisme rasa haus, yang bersama dengan mekanisme osmoreseptor
ADH, mempertahankan kontrol osmolaritas cairan ekstrasel dan konsentrasi
natrium secara tepat. Banyak faktor yang sama yang merangsang sekresi ADH juga
akan meningkatkan rasa haus, yang akan didefinisikan
sebagai keinginan sadar terhadap air.
Pusat rasa haus
di sistem saraf pusat
Terdapat
suatu daerah kecil yang terletak anterolateral dari nucleus peroptik, yang bila
distimulasi secara listrik, menyebabkan kegiatan minum dengan segera dan
berlanjut selama rangsangan berlangsung. Semua daerah ini bersama-sama disebut pusat
rasa haus. Neuron-neuron dipusat rasa haus memberi respons terhadap
penyuntikan larutan garam hipertonik dengan cara merangsang perilaku minum.
Sel-sel ini hampir berfungsi sebagai osmoreseptor untuk mengaktivasi mekanisme
rasa haus, dengan cara yang sama saat osmoreseptor merangsang pelepasan ADH.
Peningkatan
osmolaritas cairan serebrospinal di ventrikel ketiga memberi pengaruh yang pada
dasarnya sama, yaitu menimbulkan keinginan untuk minum. Organum vasculosum
lamina terminalis yang terletak tepat dibawah permukaan ventrikel pada ujung
inferior daerah AV3V, agaknya ikut
diperantarai respons tersebut.
Stimulus terhadap
rasa haus
Salah
satu yang terpenting adalah peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel,
yang menyebabkan dehidrasi intrasel di pusat rasa haus, yang akan
merangsang sensasi rasa haus. Kegunaan respons ini sangat jelas; membantu
mengencerkan cairan ekstrasel dan mengembalikan osmolaritas ke dalam
normal. Penurunan volume cairan ekstrasel dari tekanan arteri juga
merangsang rasa haus melalui suatu jalur yang tidak bergantung pada jalur
yang distimulasi oleh peningkatan osmolaritas plasma. Jadi, kehilangan
volume darah melalui pendarahan akan merangsang rasa haus walaupun mungkin
tidak terjadi perubahan osmolaritas plasma. Hal ini mungkin
terjadi akibat input netral dari baroreseptor kardiopulmonal dan baroreseptor .
Stimulus
rasa haus yang ketiga yang penting adalah angiotensin II. Penelitian
terhadap binatang telah menunjukkan bahwa angiotensin II bekerja pada organ subfornikal dan pada
organus vaskulosum lamina terminalis.
Karena angiotensin II juga distimulasi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan hipovolemia dan tekanan
darah rendah, pengaruhnya pada
rasa haus membantu memulihkan volume darah dan tekanan darah kembali normal, bersama dengan kerja lain dari
angiotensin II pada ginjal untuk
menurunkan eksresi cairan.
Kekeringan
pada mulut dan membran mukosa esofagus dapat mendatangkan sensasi rasa haus. Akibatnya
seseorang yang kehausan dapat
segera melepaskan rasa hausnya setelah ia minum air walaupun air tersebut belum diabsorbsi dari saluran
pencernaan dan belum memberi efek
terhadap osmolaritas cairan ekstrasel.
Stimulus
gastrointerstinal dan faring mempengaruhi timbulnya rasa haus. Contohnya pada binatang yang memiliki pintu
oesophagus ke arah eksterior,
sehingga air tidak pernah diabsrobsi ke dalam darah, kelegaan yang terjadi setelah minum hanya bersifat
sebagian, walaupun kelegaan itu bersifat
sementara. Akan tetapi penurunan sensasi haus melalui mekanisme gastrointestinal atau faringeal
hanya bertahan singkat, keinginan
untuk minum hanya dapat dipuaskan sepenuhnya bila osmolaritas
plasma dan/atau volume darah kembali normal.
C. ORGAN-ORGAN YANG
TERKAIT
Organ
yang berfungsi sebagai filtrasi, eksresi, dan reabsorpsi adalah ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, di luar rongga peritonium. Setiap ginjal orang dewasa beratnya
kira-kira 150 gram dan kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal
manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron, masing-masing dapat membentuk
urin. Setiap nefron mempunyai 2 komponen utama :
1.
Glomerulus
(kapiler glomerulus), yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari
darah
2.
Tubulus yang
panjang di mana cairab hasil filtrasil diubah menjadi urin dalam perjalanannya
menuju pelvis ginjal.
Fungsi reabsorpsi air kembali ke plasma ada di duktus
kolektivus. Pada arteri renalis darah di filtrasi ke glomerulus
kemudian masuk di kapsul bowman dan selanjutnya zat-zat yg tidak diperlukan diekskresi. Seluruh hasil filtrasi
masuk di duktus kolektivus. Selanjutnya hormon ADH merangsang duktus kolektifus untuk mereabsorpsi air untuk menjaga osmolalitas plasma darah.
Hormon ADH penting disekresi pada
saat orang kehilangan banyak cairan melalui keringat, diare, dan lain-lain
selain dari ginjal sehingga sebagai bentuk kompensasi tubuh untuk menahan
cairan untuk tidak keluar dari tubuh lebih banyak lagi.
Hormon
ADH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipofisis atau biasa disebut kelenjar
pituitari. Kelenjar ini merupakan kelenjar kecil, diameternya kira-kira 1 cm
dan beratnya 0,5-1 gram yang terletak di sella tursika, rongga tulang pada
basis cranii, dan dihubungkan dengan hipotalamus oleh tangkai hipofisis.
Hipofisis dibagi menjadi 2 bagian yang berbeda : hipofisis anterior yang juga
disebut adenohipofisis dan hipofisis posterior, yang juga disebut
neurohipofisis. Diantara kedua bagian ini terdapat daerah kecil, yang relatif
avaskular yang disebut sebagai pars intermedia, yang pada manusia yang hampir
tidak ada sedangkan pada beberapa jenis binatang rendah ukurannya jauh lebih
besar dan lebih berfungsi.
Enam
hormon yang penting ditambah beberapa hormon yang kurang penting disekresika
oleh kelenjar hipofisis anterior, dan dua hormon yang penting disekresikan oleh
kelenjar hipfisis posterior. Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior
berperan utama dalam pengaturan fungsi metebolime di seluruh tubuh.
1.
Growth hormon,
berfungsi untuk menngkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi
pembentukaan protein, pembelahan sel, dan differensiasi sel.
2.
Adrenokortikotropin
(ACTH), mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan
mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak.
3.
TSH, mengatur
kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan hormon
ini selanjutnya akan mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia di seluruh
tubuh.
4.
Prolaktin (PRL),
menngkatkan pertumbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
5.
FSH dan LH,
mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.
Kedua jenis hormon yang diproduksi oleh
kelenjar hipofisis posterior mempunyai peran lain.
1.
ADH (
vasopressin), mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini
akan membantu mengatur konsentrasi air dalam tubuh.
2.
Oksitosin, membantu
mrnyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke puting susu selama pangisapan,
dan membantu kontraksi
dari uterus saat melahirkan.
D. MEKANISME BUANG
AIR KECIL
Mekanisme Pembentukan Urin
1. Penyaringan (Filtrasi)
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana
jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komponen selular
dalam medium-molekular-protein besar ke dalam vascular system, menekan cairan
yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini
disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan
kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut
sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomerulus. tumpukan glomerulus di
bungkus di dalam lapis sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara
glomerulus dan kapsula bowman disebut bowmanspace dan merupakan bagian yang
mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari
tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu :
endothelium capiler, membrane dasar, epithelium visceral. Endotelium kapiler
terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh
jendela atau fenestrate ( Guyton.1996). Dinding kapiler glomerular membuat rintangan
untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan
hidrostatik darah di dalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam
bowman space meruapakan kekuatan untuk proses filtrasi. Normalx tekanan oncotik
di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak
tersaring. Rintangan untuk filtrasi (filtration barrier) bersifat selektive
permeabel. Normalnya komponen seluler dan protein plasma tetap do dalam darah,
sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996). Pada umumnya molekul dengan radius 4nm atau
lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2nm atau kurang tersaring tanpa
batasan.
Bagaimanapun karakteristik juga
mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk mnyebrangi filtrasi. Kation
(positive) lebih mudah tersaring daripada anion bahan-bahan kecil yang dapat
terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asm amino, natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari
endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtratglomerulus (urin primer)
yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton).
2. Penyerapan (Absorbsi)
Tubulus proximal bertanggung jawab
terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan
kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus proksimal bertanggung jawab untuk
mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60%
kandungan yang tersaring direabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus
priksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler
peritubular yang memfasilitasi pergerakan dari komponen cairan tubulus melalui
2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan
(substance) di bawah oleh sel dari cairan tubulus melewati epical membrane
plasma dan dilepaskan ke cairan intertitial dibagian darah dari sel, melewati
basolateral membrane plasma (Sherwood,2001). Jalur paraseluler, kandungan yang
terabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerak dari cairan tubulus menuju
zonula ocludens yang merupakan struktur permeabel yang mendempet sel tubulus
proksimal satu dan lainnya. Paraseluler transport terjadi dari difusi pasif. Di
tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal,
Na, K, ATPase pump menekan tiga ion Na ke dalam cairan interstisial dan
mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan
konsentrasi K bertambah. Selanjutnya di sebelah luar difusi K melalui canal K
membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative pergerakan Na melewati
sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membran.
Pergerakan Na melewati transporters yang berada dimembran. Pergerakan Na
melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan
sebagai Na (contransport) atau
berlawanan pimpinan (counter transport) (Sherwood, 2001) . Substansi diangkut
dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini (secondary active
transport) termasuk glukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion.
Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intaseluler dan membuat
substansi melewati membran plasma baso lateral dan ke darah melalui pasif atau
difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga
dipengaruhi gradient Na (Sherwood,2001). Substansi diangkut dari tubulus
proksimal ke sel melalui mekanisme ini (secondary active transport) termasuk
glukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organik anion. Pengambilan substansi
aktif ini menambah konsentrasi interseluler dan membuat substansi melewati
membran plasma basolateral dan membuat substansi melewati membran plasma
basolateral dan ke darah melalui transpor pasif atau difusi terfasilitasi.
reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga dipengaruhi gradient Na (Sherwood,
2001).
3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )
Volum urin manusia hanya 1% dari
filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi
secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat
sisa serta urea pada tubulus kontortus distal.Substansi yang masih berguna
seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. sisa samapah
kelebihangaram dan bahan lain pada foltrate dikeluarkan dalam urine. Tiap hari
tabung ginjal mereabsorbsi lebih dri 178 liter air, 1200 gram, 150 gram
glukosa. Sebagin besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali
(Sherwood.2001). Setelah terjadi
reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya
sagat berbeda dengan urin primer. Peda urin sekunder, zat-zat yang masih
dipelukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolism yang bersifat racun
bertambah, misalnya ureum dari 0,03′,
dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada
tubulus ini melalui peristiwa osn osis. Reabsorpsi air terjadi pada tubulus
proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa
dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang
dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air , 1,5 garam, 2,5% urea, dan sisa
substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau
pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa
metabolisme antara lain CO2, H2O, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham,
2002). Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat
makanan yang berasal dari karbohidrat,lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut
tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa
namun sebagian masih dapat di pakai sebagai dapar(penjaga kestabilan pH)dalam
darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan,
misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001). Amonia (NH3), hasil pembongakaran
/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu,
zat ini harus di keluarkan tubuh zat
tersebut akan di rombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk
urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang
dilaksanakn oleh hati dan di simpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan
di oksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.
Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen ( sama dengan
amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah di bandingkan amonia, karena daya
larutan didalam air rendah(Sherwood.2001).
Mekanisme
Berkemih
Dalam keadaan normal kandung kemih
dan uretra berhubungan secara simultan dalam penyimpanan dan pengeluaran urin. Selama
penyimpanan, leher kandung kemih dan uretra proksimal menutup, dan tekanan
intra uretra berkisar antara 20-50 cmH2O.Sementara itu otot detrusor
berelaksasisehingga tekanan kandung kemih tetap rendah.
Mekanisme berkemih terdiri dari 2
fase, yaitu fase pengisian dan fase pengosongan kandung kemih
1.
Fase pengisian
(filling phase)
Untuk
mempertahankan kontinensia urin, tekanan intra uretra selamanya harus melebihi
tekanan intra vesikal kecuali pada saat miksi.Selama masa pengisian, ternyata
hanya terjadi sedikit peningkatan tekanan intra vesika, hal ini disebabkan oleh
kelenturan dinding vesikal dan mekanisme neural yang diaktifkan pada saat
pengisian vesika urinaria.Mekanisme neural ini termasuk refelk simpatis spinal
yang mengatifkan reseptor ᵦ pada vesika urinaria dan menghambat aktifitas
parasimpatis. Selama masa pengisian vesika urinaria tidak ada aktivitas
kontraktil involunter pada detrusor.
Tekanan
normal intra vesika maksimal adalah 50 cm H2O sedangkan tekanan intrauretra
dalam keadaan istirahat antar 50-100 cm H2O.
Selama pengisian
vesika urinaria,tekanan uretra perlahan meningkat. Peningkatan pada saat
pengisian vesika urinaria cenderung kerah peningkatan aktifitas otot lurik
spinchter.Refelek simpatis juga meningkatkan stimulasi reseptor a pada otot
polos uretra dan meningkatkan kontraksi uretra pada saat pengisian vesika
urinaria.
2.
Fase miksi
(Voiding phase)
Selama
fase miksi terjadi penurunan tekanan uretra yang mendahului kontraksi otot
detrusor. Terjadi peningkatan intravesika selama peningkatan sensasi distensi
untuk miksi.Pusat miksi terletak pada batang otak.Reflek simpatis dihambat,
aktifitas efferent somatic pada oto lurik spinchter dihambat dan aktifitas
parasimpatis pada otot detrusor ditingkatkan.Semua ini menghasilkan kontraksi
yang terkoordinasi dari otot detrusor bersamaan dengan penurunan resistensi
yang melibatkan otot lurik dan polos uretra.Terjadi penurunan leher vesika
urinaria dan terjadi aliran urin. Ketika miksi secara volunter, dasar panggul
berkontraksi untuk meninggikan leher vesika urinaria kearah simfisis
pubis,leher vesika tertutup dan tekanan detrusor menurun.
Pengeluaran
urin secara volunter biasanya dimulai dengan cara sebagai berikut :
Mula-mula, orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya, yang
akan meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memunkinkan urin tambahan
memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior dalam keadaan di bawah
tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang
mencetuskan reflex mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra
eksterna. Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih
dari 5-10 milimeter urin di dalam kandung kemih.
Atau
dapat dijelaskan melalui skema berikut :
Pertambahan vol
urine → tek intra vesicalis ↑ → keregangan dinding vesicalis (m.detrusor) →
sinyal-sinyal miksi ke pusat saraf lebih tinggi (pusat kencing) → untuk
diteruskan kembali ke saraf saraf spinal → timbul refleks spinal → melalui n.
Pelvicus → timbul perasaan tegang pada vesica urinaria shg akibatnya
menimbulkan permulaan perasaan ingin berkemih (Virgiawan, 2008 ).
E. DIFFERENTIAL
DIAGNOSTIC DARI KASUS
1.
Dabetes Mellitus tipe 2
Diabetes melitus adalah
sekelompok penyakit metabolik yang disifati oleh adanya hiperglikemi yang terjadi sekitar 90-95 % dari semua
penderita diabetes, dimana pankreas masih bisa membuat insulin tetapi
kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi baik. DM tipe 2 ini pada umumnya diderta pada umur >45 tahun.
Gejala-gejala yang ditunjukkan oleh
pendertia DM 2:
-
Banyak kencing (poliuria)
-
Haus dan banyak minum (polidipsia), lapar
(polifagia)
-
Letih, lesu
-
Penurunan berat badan
-
Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan
kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita
2.
Diabetes Insipidus Nefrogenik
Penyebab adalah ginjal tidak bisa memberikan
3.
Diabetes Insipidus Sentral
Penyakit
Gejala
|
DIABETES
MELLITUS TIPE 2
|
DIABETES
INSIPIDUS
SENTRALIS
|
DIABETES
INSIPIDUS
NEFROGENIK
|
Laki-laki
|
+
|
+
|
+
|
Sering kencing
|
+
|
+
|
+
|
Nokturia
|
+
|
+
|
+
|
Polidipsy
|
+
|
+
|
+
|
Riwayat kecelakaan
trauma
kepala
|
_
|
+
|
_
|
Diagnosis
sementara : Diabets Insipidus Sentral
F. PATOMEKANISME
DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1.
Diabetes
Mellitus
2.
Diabetes
Insipidus Sentral
Diabetes
insipidus sentralis disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara
fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan secara anatomis,
keadaan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supra optik, paraventrikular dan
filiformis hypotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu diabetes insipidus
sentral juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH polifisealis dan akson
hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan kedalam
sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara
biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena tidak adanya sintesis ADH
dan sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif
cukup tapi merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang
normal. Sintesis neorufisin suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu
pelepasan ADH. Selain itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral
akibat adanya antibody terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam
serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisisn
yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau
meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau
meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH sering kurang bermakna dalam
menjelaskan patofisiologi diabetes insipidus sentral.
Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes insipidus yang diakibatkan oleh
kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hypotalamus anterior dan disebut
Verney’s osmareseptor cells yang berada di luar sawar daerah otak.
3.
Diabetes
Insipidus Nefrogenik
Istilah
diabetes insipidus nefrogenik (NDI) dipakai pada diabetes insipidus yang tidak
responsif terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis NDI dapat disebabkan oleh :
1.
Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan
gradient osmotik dalam medulla
renalis
2.
Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan di
mana ADH berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal